Budaya Lokal Sembalun Bumbung: Harmoni Alam dan Tradisi

Daftar Isi
sembalunbumbung.com

Desa Sembalun Bumbung, yang terletak di kaki Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, dikenal sebagai kawasan dengan kekayaan alam yang melimpah. Selain panorama alam yang menawan, desa ini juga menawarkan keanekaragaman budaya dan tradisi yang kaya.

Sejak era 80-an, Sembalun sudah terkenal sebagai penghasil bawang putih terbaik di Indonesia. Kini, desa ini lebih dikenal sebagai penghasil sayuran dan buah-buahan, terutama strawberi. Karena kesuburan alamnya, berbagai hasil pertanian seperti kentang, paprika, dan sayur mayur lainnya dapat ditemukan dengan mudah di sini.

Selain kekayaan alamnya, Sembalun juga memiliki situs budaya yang tak kalah menarik. Salah satunya adalah Desa Beleq, yang merupakan desa pertama yang berdiri di kaki Gunung Rinjani. Desa ini menjadi cikal bakal terbentuknya masyarakat Sembalun dan kini menjadi desa adat yang dijaga kelestariannya. Salah satu atraksi budaya yang terkenal di Sembalun adalah Ritual Adat Ngayu-Ayu, yang digelar setiap tiga tahun sekali.

Ritual Ngayu-Ayu merupakan tradisi leluhur yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas keberkahan yang diterima oleh masyarakat. Ritual ini dimulai dengan pengambilan air suci dari 13 mata air yang ada di Sembalun, yang kemudian digunakan dalam serangkaian prosesi.

Pada hari pertama, air yang diambil dari tujuh sumber mata air yang ada dikumpulkan dan didiamkan semalam di rumah ketua adat. Keesokan harinya, air tersebut dibawa ke makom, yang terletak di sebelah barat lapangan Sembalun Bumbung, sebagai simbol rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah.

Hari kedua dari ritual dimulai dengan penyembelihan kerbau oleh kiai adat atau keturunannya, yang dilanjutkan dengan penanaman kepala kerbau sebagai simbol perlindungan desa dari bencana. Daging kerbau kemudian dimasak untuk acara makan bersama (Begibung). Proses berikutnya adalah ritual Mafakin, di mana para ketua adat membaca doa saat bibit padi merah diturunkan dan disemai.

Ritual ini juga diisi dengan prosesi mengelilingi makom sebanyak sembilan kali sebagai simbol kesucian dan harapan agar masyarakat selalu diberkahi. Kata "Ngayu-Ayu" sendiri berasal dari bahasa daerah yang berarti mengumpulkan air dari 13 mata air, yang melambangkan upacara adat yang utama.

Ritual ini dihadiri oleh banyak tokoh penting, termasuk Bupati Lombok Timur dan Wakil Bupati, serta para Sultan dan Ratu dari berbagai kerajaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri seperti Malaysia. Mereka turut serta dalam acara ini sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi budaya yang sudah ada sejak nenek moyang.

Berikut nama-nama sultan yang hadir yakni. 1.Sultan Demak, DYMM Surya Alam 2. Sultan Bintan, Huzrin Hood 3. Panembahan Demak, Ki Begug Purnomosidi, 4. Sultan Paser XVIII, Dr. Andrian Sulaeman, 5. R. Guntur Sukarnoputra, Tokoh Nasional, 6. Kandjeng Resi Mas’ud Thoyib, Sekjend Cendekiawan Keraton, 7.Kandjeng Resi Agus Firmansyah, Padepokan Sunda Bogor. 8.Kandjeng Anton MS, Majelis Ajaran Asli Nusantara, 9. Sultan Purnama Agung, Ferizal Ridwan, Minangkabau 50 Kota, 10. Sultan Sepuh Arianatareja, Jaenudin II Cirebon, 11. Pemangku Sultan Ternate, Boki Ratu Nita Budhi Susanti Mangaloa, 12. Tuanku Sultan Khalifah Raja Parit Batu Pasaman Kehasilan Kalam, Ym Ir. Riza Syahran Gani, 13. Raja Timbangaten, Prof. Dr. Asep Achmad Hidayat, 14. Raja Tiworo, Omputo Sangia Sidamangura II, La Ode Soleh Mangkauwany. 15.Resi Agung Mataram, Kandjeng Resi Herbayu, Padepokan Mangkubumi,16. Dato Seri Paduka Ramle, Malaysia, 17. Pangeran Syamsurizal, Kerajaan Mempawah Kalbar, 18.Pangeran Putri Herlina Kamal, Kandjeng Putri Kailas – Bali, 19. Pangeran Putri Zumi Kamal, Kandjeng Putri Kailas - Bali, 20. Bangsawan Yogyakarta, Roni Ningrat Kusumo, 21.Bangsawan Yogyakarta, Dr. Susetyowati ( Sekjend Dewan Adat Keraton Indonesia), 22. Kandjeng Imam Asih, Cilacap (Gerakan Kebajikan Nasional), 23. Raja Ponorogo, Heri Singodimedjo 24. Raja Istano Puti Ambang Bulan, Yudilfan Habib Datu Monti, 25. Pemangku Adat Luwu Sulsel, Opu Lete, 26. Bundasuri Mangkunegaran Solo, Prof. Erna Santoso, 27. Mahapatih Mangkualaman, KPH Mentarum. 28. Putra Mahkota Kerajaan Pajang, 29. Bangsawan Bulungan, Andi Tamsil, 30. Bangsawan Laiwoi, Anakia Sophan Suryanto, 31. Bangsawan Gowa, Andi Muh. Fadli Krg. Matarang, 32. Bangsawan Mempawah Kalbar, Pangeran Syamsulrizal, 33. Bangsawan Palembang, Ratu Ayu Marlina ( Diaspora Australia), 34. Bangsawan Palembang, Dr. can. Prihatin Kusdini, SH, MH, 35. Dr. Sri Herowanti Susilo, SE, SH, MH, PERHAKHI. 36.Spiritualis Internasional, Biang ( Belgia), 37. Edwin Fauzi Malaka, Sapati Ranometo Sultra, 38. Paguyuban Giri Samodra Nusantara, YM Henny Afrianty Layangsari Ayu, 39. Mohamad Rasanjon Bin Md Yunus. (Cultural Development, Malaysia), dan 40. Drs. H. Sukarja, M.Pd, Budayawan Yogyakarta.

Secara keseluruhan, Sembalun Bumbung bukan hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga kekayaan budaya yang memperkaya pengalaman wisatawan yang datang.


Data sumber: antaranews.com

Posting Komentar